Sabtu, 20 Oktober 2018

These Are The Archives Of Life









“ These Are The Archives Of Life “

A Photography Exhibition by Deny Arivin AL 

We are pleased to present the exhibition of Deny Arifin AL in Bali, "These are The Archives of Life".

Deny Arifin AL is an Indonesia born photographer, based in Jakarta. The Archives of Life is an artwork that describes life on the eyes of a photographer. In this exhibition, he offers a look at how he achieves these striking urban photography images to show the interpretation of his wildest mind in this busy, hectic and urban life. 

Currated by : 
Frigidanto Agung 

Opening Remark : Bob ‘Sick’ Yudhita

Exhibition : 
November 10-17, 2018 

Maha Art Gallery
Jl. Merdeka, Pertokoan Graha Merdeka Unit 18. Bali, Indonesia
Tlp +62 3618424542
Fax +62 361227533

Supported :
@mahaartgallery
@taringpadi
@steakdagingkacangijo
@griyostudio
@Organizedchaossound
@sanggarsenikurangtidur
@maximumdamnedhouse

#denyarivinal #exhibition #photo

Kamis, 03 Agustus 2017

Awas Tegangan Tinggi


A Solo Exhibition by Patrick Wowor “Awas Tegangan Tinggi”

Esai Kuratorial
Oleh Afrizal Malna

Mendengar frekuensi:


Dalam karya Patrick C. Wowor


Ikon pada judul esai ini merupakan lambang Anarkhisme (Linuxerist, Froztbyte, Arcy). Dirancang berdasarkan pernyataan Pierre-Joseph Prodhon: "Anarchy is Order" (Peter Marshall: Demanding the Impossible, A History of Anarchism). Lambang dengan huruf A dalam lingkaran huruf O.

Apakah publik masa kini masih memiliki agenda untuk membaca ulang gerakan di sekitar anarkhisme? Pengikisan terhadap gerakan ini lumayan intens, pertama oleh berbagai peristiwa maupun konstruksi media yang menyamakan tindakan anarkhi dengan kekerasan dan khaostik. Kedua oleh kesan otopis yang menyelimuti tujuan-tujuannya. Sebagai gerakan, Anarkhisme tidak lepas dari titik-tolak utamanya yang anti otoritarianisme, menghapus relasi kuasa dalam berbagai bentuknya. Termasuk otoritarianisme dalam dunia seni.

Marcel Duchamp, dengan karyanya Fountain, 1917, merupakan satu tindakan anti otoritarianisme dalam kesenian dan mengukuhkan modernisme dalam medan kesenian. Duchamp menghadirkan barang pabrik ke dalam galeri, dan publik seni bisa beranggapan karya ini membongkar bungkus medan seni dari silogisme internalnya: Produk pabrik merupakan objek yang subtansi maupun esensinya sudah rampung dalam bentuk, fungsi dan harga jualnya. Seluruhnya sudah berada dalam medan eksternal yang dikenali pasar. Tidak sebagaimana dengan karya seni yang terbungkus dalam silogisme internalnya.


Marcel Duchamp: Fountain, 1917

Badai presentasi seni ke dalam medan representasi seni yang dilakukan Duchamp itu, memperpanjang gelombang bahwa dunia seni pada dirinya sendiri menyisakan ruang terbuka untuk aktivisme anarkhi. Tetapi bagaimanakah kita memandang aktivisme ini dalam medan kesenian masa kini? Apakah ia bersifat laten dan menjadi disorder (berlawanan dengan Prodhon), atau masih bisa ditemukan konteksnya? Pameran Patrick C. Wowor (Awas! Tegangan Tinggi) ini menerbitkan kembali denyut anarkhi yang membayangi basis kerja Patrick, sebagai bentuk maupun sebagai pesan yang mau disampaikannya.

Patrick memiliki latar belakang pendidikan Seni Rupa Institut Kesenian Jakarta (IKJ); kini hidup mondar-mandir antara Jakarta dan Seattle (US). Sebuah karya patungnya, dua ekor burung sebesar dua genggaman tangan orang dewasa, terbuat dari besi, merupakan dasar karya-karya yang dibuat dalam pameran ini. Patrick tidak punya dasar pendidikan maupun keahlian dalam membuat patung. Menurut ceritanya, dia menolak mengikuti workshop untuk bisa memiliki pengetahuan di sekitar praktek membuat patung. Alasannya: tidak mau terjebak ke dalam prosedur maupun formula-formula teknis. Dengan peralatan seadanya, dia mulai bekerja dan menjadikan ketidak-tahuan maupun kendala-kendala teknis yang dihadapinya saat membuat patung sebagai medan aktual untuk mendapatkan momen. Hasilnya sepasang patung burung dengan tubuh yang tercabik-cabik:


Kerja ini belum selesai. Karena yang menjadi tujuannya bukanlah sepasang burung sebagai "tubuh patung", melainkan membaca "tubuh peradaban" melalui sepasang burung dengan tubuh tercabik-cabik. Dari sini Patrick mulai melakukan perjalanan ke berbagai tempat untuk mendapatkan sudut pandang terhadap "tubuh peradaban" itu. Patung sepasang burung itu kemudian ditempatkan untuk mendapatkan sudut pandang itu, lalu dipotret sebagai sebuah bahasa performatif dalam memandang "tubuh peradaban" seperti rangkaian foto di bawah ini.


Rangkaian foto memperlihatkan peradaban yang sudah sangat massif, kompleks. Sebaliknya dengan sepasang burung yang tercabik-cabik. Peradaban sudah tidak menyisakan lagi kehadiran performatif alam. Kita sudah tidak tahu dimanakah kehadiran alam, walau alam terus menopang hal-hal sangat fundamental untuk kehidupan kita. Dan melalui patung burung itu (sebagai representasi tragik dari alam), bahkan alam seolah-olah mahluk ringkih yang tersesat dalam peradaban masa kini.

Kodifikasi sejenis "eko-anarkhisme" yang disampaikan Patrick ini berlanjut pada beberapa karya linocutnya: berbagai figur burung hinggap di atas rangkaian kabel listrik. Posisi wajah burung yang selalu melihat ke arah tertentu, menghadirkan ruang yang tidak ada sebagai ruang yang hilang dari habitat burung.


Vibrasi garis vertikal di sekitar tubuh burung menghasilkan semacam frekuensi suara dalam bentuk visualnya dengan tubuh burung blok hitam. Ketika karya linocut ini dipasang dalam jumlah banyak, frekuensi suara itu menjadi lebih besar, menghasilkan semacam gelombang untuk periode (kesatuan waktu) dalam ketukan tetap dan terus-menerus. Sebuah peringatan untuk hilangnya mata rantai alam dalam kehidupan kita.


Karya linocut di atas menghadirkan sekaligus "frekuensi audio" (getaran suara) maupun semacam "frekuensi radio" (patokan antena untuk mencari gelombang AM atau FM dari pemancar radio); kedua hal ini bekerja sebagai gelombang kodifikasi maupun sebagai ikon pada karya ini. Dua hal yang bergerak antara per-satu-an karya dan penempatan karya dalam kesatuan jumlahnya.


Tubuh burung sebagai tubuh dari ruang yang hilang adalah inti dari proyek Patrick tentang Awas! Tegangan Tinggi dalam pameran ini. Frekuensi suara dan pesan dari eko-anarkhi menjadi tarikan logis untuk membaca konteks "tegangan" dalam kerja seni rupa yang dilakukan Patrick. Dalam medan listrik, tegangan disebut sebagai "voltase": kekuatan yang menggerakan elektron agar berpindah dalam sebuah konduktor. Semakin besar voltase, semakin banyak elektron yang dapat dipindahkan melalui konduktor tersebut (http://www.wikikomponen.com/hubungan-antara-arus-voltase-hambatan-dan-daya-listrik/). Keseimbangan antara besaran tekanan (voltase) ditentukan oleh kemampuan wadah yang memfasilitasi arus medan listrik.

Medan listrik itu bisa digunakan sebagai platform untuk membaca kemana pameran ini akan bergerak. Setiap aturan dan berbagai produk hukumnya dalam kehidupan kita, ikut memproduksi ketegangan. Di balik platform dimana sebuah peradaban berdiri, juga ikut memproduksi ketegangan. Dan Patrick membawa pameran ini pada batas antara "aturan" dan "ketegangan" ini. Dalam batas ini "anarkhi" mendapatkan aktivisme internalnya dalam bentuk cara-cara Patrcik mewujudkan karyanya, dan aktivisme eksternalnya untuk melihat kapasitas manusia dalam menopang tingkat kompleksitas peradaban maupun kapasitas tubuh kita untuk berada di luar habitatnya (alam yang terdominasi peradaban).

Sebagai aktivisme internal, anarkhi nyaris merupakan cara-cara Patrick melakukan personifikasi dalam pola relasi yang dilakukannya. Untuk Patrick, momen pertemuan dengan seseorang berlangsung tidak banyak ditentukan oleh faktor kepentingan maupun seberapa penting posisi orang yang dihadapi. Melainkan lebih banyak ditentukan oleh frekuensi subjektif yang menentukan kualitas pertemuan maupun hubungan. Relasi personifikasi seperti ini bisa terjadi pada siapa pun dan selalu memunculkan pertanyaan: kenapa mereka tidak hidup di hutan dan melawan rumah tangga sebagai institusi paling mendasar dari relasi kuasa?

Tentu aktivisme anarkhi tidak mungkin dilakukan di hutan. Anarkhi menjadi aktif, karena berhadapan dengan relasi kuasa yang nyata berlangsung dalam peradaban kita. Lukisan di bawah ini memperlihatkan personifikasi anarkhi, dihadirkan dalam sapuan kuas dengan acrylic hitam-putih, seperti sayatan tumpah dari atas. Tubuh kehilangan batas-batasnya, mengalami semacam momen "body out".



Garis, yang awalnya merupakan provokasi dari lintasan-lintasan kabel (kodifikasi tegangan), mendapatkan ruang lain dalam lukisan. Dan mempertajam momen "body out" sebagai berubahnya medan tubuh menjadi media lain dari luka-luka kemanusiaan. Dalam lukisan di bawah ini, yang kembali menghadirkan sosok burung, bahkan seluruh bidang lukisan bisa dilihat sebagai "tubuh-ketegangan" itu sendiri.



Patrick sendiri cenderung melihat realitas pada karya-karyanya merupakan praktek dari "ruang gelap". Ini merupakan cara Patrick bersikap kritis terhadap banyak hal yang diproduksi ke dalam dunia makna kita, dan kemudian makna ini mendikte kita sejak lahir hingga mati sebagai topeng kuasa yang diproduksi oleh "ruang terang". Topeng yang harus dibuka dari relasi kuasa ini, bahwa "ruang terang" mendominasi makna sebagai sesuatu yang seolah-olah "tertampakan", tetapi sekaligus memposisikan tempat negatif terhadap "ruang gelap": mengukuhkan representasi atas "takut" dan berbagai siasat di sekitar politik hantu yang berkaitan dengan representasi di sekitar ruang-gelap.

Medan visual dalam kerja seni rupa Patrick di sini terkesan paradoks, mana kala medan ini justru digunakan sebagai penghadiran dari ruang gelap. Paradoks inilah yang dikelola Patrick untuk membuat perjalanan lain, menyisiri lagi ruang-gelap yang telah dinegasikan, berusaha menemukan frekuensi cahaya dan menyebutnya bahwa hampir banyak yang kita buat merupakan representasi dari "ruang gelap" itu sendiri. Sebab, semua yang kita lakukan sudah berada di tengah, tanpa awal dan ujung yang bisa dihadirkan sebagai medan dari masa kini kita. Awal dan akhir adalah ruang-gelap untuk menyatakan ruang-terang.

"Ketika lampu dimatikan," ujar Patrick, "ruang tidak menyatakan kehadiran kita. Tetapi ada kehadiran bersama yang penuh."***


- Officiated by Dr. Indah Tjahjawulan -

( Special Performance by BELANTARA )


Supported by :
-CEMARA 6 GALERI-MUSEUM
-Jakarta Pauperum School Of Art And Culture
-Assosiasi Galeri Senirupa Indonesia
-Hatten Wines Bali’s Own Winery
-BELANTARA
-Young And Useless Klab
-Flipside

Media Partner :
-Kulikindie
-Tahutemperegioner

Opening Tuesday, August 15th, 2017. 7pm
Exhibition will be held until August 29th, 2017.

At CEMARA 6 GALERI-MUSEUM Jl. HOS Cokroaminoto No. 9-11 Menteng, Jakarta Pusat
Rsvp : +6221.3911823 / 3918761 / +62877 4155 5779
E-mail : cemara6galeri.museum@gmail.com

Senin, 15 Desember 2014














































































































































Survive Garage Jogja
Proudly Present :

Collective Exhibition

Namanya Juga Anak Muda!!! - Projek ini menceritakan ke egoisan anak muda dalam keseharian, yang lebih cendrung berpikir mudah untuk mendapatkan. Seperti sifat kebiasaan sehari-hari anak muda di dalam lingkungan keseharian, dari mulai pola pikir yang masih polos namun egois, rutinitas keseharian mulai dari nongkrong, bercanda, berwacana sampai dengan probelmatikanya dalam kesehariannya baik problem dengan keluarga, perselisihan antar teman, masalahan percintaan dengan lawan jenis, dan tentunya dengan segudang ambisinya untuk meraih hal-hal yang di inginkan baik dengan cara apapun. dalam pameran ini kita mengankat sebuah visual keseharian anak muda yang hidup dalam proses pendewasaan, cendrung berani mengambil resiko tanpa berpikir dahulu, dan tentunya masih labil dalam melihat hal baru di lingkungannya, Sehingga kami datang dengan sebuah statement “Namanya Juga Anak Muda”.
Dalam pameran ini tidak ada batasan terhadap teknik, gaya dan media yang digunakan. Hal ini untuk memberikan ruang kepada seniman dalam menuangkan kebebasannya dalam berekspresi.

Tujuan Kegiatan :

Mengenalkan semangat berkesenian anak muda khususunya kota Jakarta dalam menyikapi pengaruh budaya, dan perkembangan jaman.

Performance Art :

Majelis Rupa
Dj Set
23 September 2013
16:00 Artist Talk
Pembicara
Moderator
24 September 2013
- Syaiful Ardianto
- Denny Arivin
Moderator : Bayu Widodo

24 September 2013 20.00
Pemutaran Film di Taring Padi

25 September 2013
- WorkshoP
- Menggambar bersama

27 Artist :
1. Deny Arivin
2. Swimmingsky
3. Erwin S Prabowo
4. M Riski Sagara
5. Boker
6. Cesar
7. Rayyan
8. Lay
9. Kobelita
10. Biangart
11. Astri PS
12. Ragil
13. Agam
14. Davgans27
15. Oi Kentrung
16. Boim
17. Koko
18. Marijan
19. Bho
20. Ipul
21. Caki
22. Fire
23. Atras
24. Vaif
25. Nemo
26. Fadli
27. Majelis Rupa

Supported by :
- Survive Garage
- Taring Padi
- Art Merdeka
- Tahu Tempe Regioner
- Rumah Kancil Kolektipan
- Refreshink Printmaking
- Jek En Jel
- Tangan Reget
- Majelis Rupa
- Gangster Resort
- Street Aps73
- Angin Malam

Survive Garage YOGYAKARTA
Jl.Bugisan Selatan Tirto Nirmolo, Kasihan-Bantul

https://www.facebook.com/events/715244298502784/728297047197509/?notif_t=plan_mall_activity