This is Slamet: Melihat Slamet dan Dunianya
Oleh: Asep Topan
Saya mengenal Slamet Rahardjo (seterusnya Lame) lebih kurang tiga tahun lalu, ketika kita sama-sama mengenyam pendidikan berkesenian di FSR IKJ. Sejak saat itu pula saya mengenal Lame beserta karya-karyanya. Tidak banyak yang berubah dalam pembentukan citraan yang ia tampilkan dalam pameran ini, jika saya mengingat apa yang telah ia kerjakan sebelumnya. Perihal bentuk, bisa saja Lame masih menginginkan setiap tinta hitamnya mendominasi. Setiap bentuk dirumuskan dengan garis tegas dan rapih. Setiap tokoh kartun favoritnya masih tampak, teks-teks senantiasa hadir. Tapi ada perkembangan dalam sisi pembentukan wacana yang terlihat disini; perkembangan ini justru menyempit dan terfokus pada dirinya sendiri: This is Slamet!
Pada sebagian besar karya dalam pameran ini, terlihat jelas jika proses berkarya Lame terfokus pada menghasilkan karya dari aktifitasnya sehari-hari. Dengan memanfaatkan panca indera dan emosinya, sederet kejadian ini –seperti yang dikatakan Lame– menghasilkan informasi untuk berkarya. Pada bagian ini ia menganggap semuanya sebagai “Tiruan”, sama sekali tidak ada kemurnian.
Kemungkinan ia menjelajahi ruang imajinasi sangat luas, ditambah dengan responnya terhadap dunia disekelilingnya yang terus berkembang. Bisa diambil contoh dalam karya “seri kutipan” (sebut saja seperti itu) yang menampilkan beberapa kutipan teman-teman Lame, termasuk saya sendiri, seperti: Hoax Lu Me!!!, Katrok Lo Me!!!, dan Nol Lu Me!!! Teks, yang kerap kali ditampilkan dalam setiap karya Lame beberapa tahun belakangan, diperlihatkan lebih dominan dalam karya-karya ini. Ia hadir bukan sebagai pelengkap obyek yang ilustratif, melainkan ia menjelma obyek utama dalam karya tersebut.
Ada yang lain ketika melihat karya berjudul “Seni Itu Indah”, sebuah karya fokus kepada satu kalimat dari kitab suci. Pemilihan warna merah yang tersirat di tengah memberikan kesan ada cahaya yang berpendar, jika dilihat dari jarak yang tepat. Juga yang saya maksud lain dalam karya ini ialah, Lame tidak berusaha membuatnya dekoratif seperti karya-karya kaligrafi Islam pada umumnya, namun dengan hadirnya garis-garis melingkar diluar kalimat itu sendiri, telah memberikan kesan sebuah karya yang dekoratif, meskipun dengan latar warna biru dan merah yang ekspresif.
Beberapa karya Landscape semakin meminimalisir dominasi karya-karya animasi yang biasa Lame buat. Sebuah karya landscape dipenuhi tulisan “ini lukisan Mooi Indie” terlihat justru sangat tidak Mooi Indie. Bukan hanya dari tingkat kehalusan sapuan kuas yang mungkin tidak akan pernah dibuat oleh Lame, tapi obyek yang ia pilih sangat jauh dari lukisan Mooi Indie yang kita kenal selama ini. Di sini Lame menghadirkan laut, di balik pegunungan. Bisa saja ia tidak sengaja menampilkan laut, atau justru ia ingin “mengingatkan” bahwa sebagian besar wilayah Indonesia adalah perairan
Oleh: Asep Topan
Saya mengenal Slamet Rahardjo (seterusnya Lame) lebih kurang tiga tahun lalu, ketika kita sama-sama mengenyam pendidikan berkesenian di FSR IKJ. Sejak saat itu pula saya mengenal Lame beserta karya-karyanya. Tidak banyak yang berubah dalam pembentukan citraan yang ia tampilkan dalam pameran ini, jika saya mengingat apa yang telah ia kerjakan sebelumnya. Perihal bentuk, bisa saja Lame masih menginginkan setiap tinta hitamnya mendominasi. Setiap bentuk dirumuskan dengan garis tegas dan rapih. Setiap tokoh kartun favoritnya masih tampak, teks-teks senantiasa hadir. Tapi ada perkembangan dalam sisi pembentukan wacana yang terlihat disini; perkembangan ini justru menyempit dan terfokus pada dirinya sendiri: This is Slamet!
Pada sebagian besar karya dalam pameran ini, terlihat jelas jika proses berkarya Lame terfokus pada menghasilkan karya dari aktifitasnya sehari-hari. Dengan memanfaatkan panca indera dan emosinya, sederet kejadian ini –seperti yang dikatakan Lame– menghasilkan informasi untuk berkarya. Pada bagian ini ia menganggap semuanya sebagai “Tiruan”, sama sekali tidak ada kemurnian.
Kemungkinan ia menjelajahi ruang imajinasi sangat luas, ditambah dengan responnya terhadap dunia disekelilingnya yang terus berkembang. Bisa diambil contoh dalam karya “seri kutipan” (sebut saja seperti itu) yang menampilkan beberapa kutipan teman-teman Lame, termasuk saya sendiri, seperti: Hoax Lu Me!!!, Katrok Lo Me!!!, dan Nol Lu Me!!! Teks, yang kerap kali ditampilkan dalam setiap karya Lame beberapa tahun belakangan, diperlihatkan lebih dominan dalam karya-karya ini. Ia hadir bukan sebagai pelengkap obyek yang ilustratif, melainkan ia menjelma obyek utama dalam karya tersebut.
Ada yang lain ketika melihat karya berjudul “Seni Itu Indah”, sebuah karya fokus kepada satu kalimat dari kitab suci. Pemilihan warna merah yang tersirat di tengah memberikan kesan ada cahaya yang berpendar, jika dilihat dari jarak yang tepat. Juga yang saya maksud lain dalam karya ini ialah, Lame tidak berusaha membuatnya dekoratif seperti karya-karya kaligrafi Islam pada umumnya, namun dengan hadirnya garis-garis melingkar diluar kalimat itu sendiri, telah memberikan kesan sebuah karya yang dekoratif, meskipun dengan latar warna biru dan merah yang ekspresif.
Beberapa karya Landscape semakin meminimalisir dominasi karya-karya animasi yang biasa Lame buat. Sebuah karya landscape dipenuhi tulisan “ini lukisan Mooi Indie” terlihat justru sangat tidak Mooi Indie. Bukan hanya dari tingkat kehalusan sapuan kuas yang mungkin tidak akan pernah dibuat oleh Lame, tapi obyek yang ia pilih sangat jauh dari lukisan Mooi Indie yang kita kenal selama ini. Di sini Lame menghadirkan laut, di balik pegunungan. Bisa saja ia tidak sengaja menampilkan laut, atau justru ia ingin “mengingatkan” bahwa sebagian besar wilayah Indonesia adalah perairan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar